<Joint statement on Tamil asylum seekers at Merak Indonesia>
Signed by :
Working Peoples Association, Confederation Congress of Indonesia Union Alliance, Refugee Action Coalition, Australian Tamil Congress, Jakarta Legal Aid Institute, Legal Aid Foundation
TRAGIC DEATH OF ASYLUM SEEKER AT MERAK LEGACY OF THE INDONESIAN SOLUTION
Despite appeals to the Indonesian authority and the IOM from early morning Tuesday, 22 December 2009, access to health care was not given. Indonesian authorities and the IOM give various reasons why access to health care was hard to give. They said that they don’t enough funds to give health care access. But previously they also said that the entire boat load of refugees should disembark to receive proper health care. The attitude of Indonesian authority and the IOM has resulted in the death of one refugee name George Jacob who died on Wednesday, 23 December 2009.
On Tuesday morning, 22 December 2009, Jacob was vomiting blood and asks for permission to go to the hospital. This condition continue and only on Wednesday, 23 December 2009 around 14:00, Jacob was taken to hospital. In hospital he was given several medication and was order to go back to the boat in Merak. A couple of hours later he vomited blood again but Indonesian authority and IOM reject to send him to hospital. Indonesia authority and IOM only bring him to a hostel near the harbor where IOM was stationed. Only after Jacob suffering from massive vomiting of blood, complete loss of sight and feeling very hot, though his body temperature was cooling drastically, epileptic seizure and begins to foam in his mouth that he was sent to hospital.
This inhumane treatment is not the first time. But this time the inhumane treatment had fatal consequences. Previously, on 26-30 October 2009 the food supply was cut off to force the refugee disembark from the boat. Often health access was given very late, food was also not eatable and the lack of supply of basic needs for the refugee.
This incident highlighted the criminality cause by Indonesian Solution. A joint policy between Indonesia and Australia government. Under the Indonesian solution, the Australian is providing hundreds of millions of dollars for so-called border protection, stationing Australian federal police in Indonesia and asking the Indonesian government to intercept and detain asylum seekers who are traveling to Australia to seek protection. When the Australian Oceanic Viking ship recently rescued Tamil asylum seekers, it insisted that they be landed on Indonesian territory. But Australia will not guarantee re-settlement of UNHCR refugees processed in Indonesia.
In early October, the Australian prime minister personally called the Indonesian President to ask that the Indonesian navy intercept a refugee boat of over 250 Tamils travelling to Christmas Island. Those people have been on their boat at Merak for over two and half months. Jacob was one of the Tamils on that boat. He is a victim of the Indonesian solution as are hundreds of other asylum seekers being warehoused for Australian in Indonesian detention centres.
Refugee activists, trade union and Left organization are demanding an end to the Indonesian solution, and that refugee boats should be welcome to Australia. Under the Refugee Convention it is not a crime to claim asylum in any country. Refugees in Indonesia and Australia should be freed from immigration detention.
There needs to be urgent humanitarian assistance for the boat at Merak and a guaranteed solution for their present situation. Such a solution must include legal representation during Indonesian immigration verification; access to the UNHCR; a guarantee against arbitrary detention; support for basic needs while being processed and a guarantee of non-refoulement (non return to danger) of asylum seekers.
==============
The following is the same statement in Bahasa indonesia
Perhimpunan Rakyat Pekerja, Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Refugee Action Coalition, Tamil Congress
Kematian Pencari Suaka di Merak Akibat dari “Solusi Indonesia”
Meskipun permohonan para pengungsi kepada IOM dan otoritas Indonesia yang berwenang sejak pagi hari Selasa, 22 Desember 2009 namun akses untuk kesehatan tidak juga diberikan. Otoritas Indonesia dan IOM mengatakan berbagai hal sebagai alasan mengapa akses untuk kesehatan susah untuk didapatkan. Mereka mengatakan tidak memiliki dana untuk melakukan hal tersebut. Termasuk juga memaksa para pengungsi untuk keluar dari kapal dahulu sebelum diberikan akses kesehatan yang layak. Sikap IOM dan otoritas Indonesia seperti inilah yang mengakibatkan seorang pengungsi bernama Jacob akhirnya meninggal dunia pada hari Rabu, 23 Desember 2009.
Pada hari selasa, 22 Desember 2009 pagi, Jacob mengalami muntah darah dan meminta agar diijinkan ke rumah sakit. Kondisi tersebut berlangsung terus dan baru pada hari rabu 23 Desember 2009 sekitar pukul 14:00, Jacob dibawa ke Rumah Sakit. Di Rumah Sakit dia diberikan beberapa obat dan diperintahkan kembali ke kapal. Beberapa jam kemudian dia kembali mengalami muntah darah namun IOM dan Otoritas Indonesia tetap menolak membawanya ke Rumah Sakit. IOM dan Otoritas Indonesia hanya membawanya ke hostel didekat pelabuhan tempat IOM. Baru kemudian ketika Jacob mengalami kejang-kejang, muntah darah, mulut berbusa serta kehilangan penghilangan maka Jacob dibawa ke Rumah Sakit.
Perlakukan yang tidak manusiawi seperti itu bukanlah yang pertama kali. Namun saat ini tindakan tersebut mengakibatkan hal yang fatal, yaitu kematian dari salah satu pengungsi. Sebelumnya pada tanggal 26-30 Oktober suplai makanan sempat diputus sebagai upaya untuk memaksa para pengungsi keluar dari kapal. Akses kesehatan juga sering terlambat diberikan demikian juga dengan makanan yang tidak layak serta kurangnya supply kebutuhan hidup dasar para pengungsi.
Ini kembali mempertegas kejahatan yang diakbatkan oleh “Solusi Indonesia”. Kebijakan bersama antara Pemerintah Australia dengan Pemerintah Indonesia. Dengan “Solusi Indonesia”, Australia menyediakan ratusan juta dollar untuk apa yang disebut dengan perlindungan perbatasan, menempatkan polisi federal Australia di Indonesia dan meminta pemerintah Indonesia untuk menangkap dan menahan pencari suaka yang menuju Australia untuk mendapatkan perlindungan. Ketika baru-baru saja kapal Australia Oceanic Viking menyelamatkan para pengungsi Tamil, Australia menuntut agar mereka ditempatkan di teritori Indonesia. Namun Australia tidak akan menjamin re-settlement dari pengungsi UNHCR yang diproses di Indonesia.
Pada awal bulan Oktober, Perdana Menteri Australia menelpon Presiden Indonesia untuk meminta agar angkatan laut Indonesia menangkap perahu pengungsi berisi lebih dari 250 orang Tamil bergerak yang menuju Christmas Island. Orang-orang Tamil tersebut telah berada didalam perahu mereka di Merak selama lebih dari dua setengah bulan. Jacob adalah salah seorang Tamil yang berada diperahu tersebut. Dia adalah korban dari “Solusi Indonesia” seperti juga ratusan pencari suaka lainnya yang dikurung demi Australia di tempat tahanan di Indonesia.
Organisasi solidaritas pengungsi, serikat buruh dan organisasi-organisasi Kiri menolak “Solusi Indonesia” dan para pengungsi dibiarkan masuk ke Australia. Dibawah Konvensi PBB mengenai Pengungsi mencari suaka di Negara manapun bukanlah tindakan kriminal. Para pengungsi di Indonesia dan Australia harus dibebaskan dari tempat penahanan imigrasi.
Dibutuhkan bantuan kemanusiaan untuk para pengungsi di Merak dan dijaminnya solusi untuk kondisi buruk mereka. Solusi semacam itu harus termasuk juga perwakilan legal selama verifikasi dilakukan oleh pemerintah Indonesia; akses kepada UNHCR; jaminan tidak ada penahanan semena-mena; penyediaan kebutuhan dasar mereka selama masa proses dan jaminan non-refoulement (tidak dikirim kembali ke tempat asal mereka yang berbahaya) bagi para pengungsi.